Pemahaman yang benar tentang kusta, baik dari segi medis maupun sosial, sangat krusial untuk memberantas penyakit ini dan mencegah diskriminasi terhadap para penderitanya. Artikel ini akan membahas secara mendalam pengertian kusta dalam dunia medis, mulai dari penyebab, gejala, diagnosis, hingga pengobatan dan pencegahannya.
Pengertian Penyakit Kusta dalam Dunia Medis
Kusta merupakan penyakit infeksi kronis yang terutama menyerang kulit, saraf tepi, saluran pernapasan bagian atas, mata, dan testis. Penyebabnya adalah bakteri Mycobacterium leprae, bakteri yang unik karena pertumbuhannya yang sangat lambat dan kecenderungannya untuk menginfeksi sel Schwann, sel yang membentuk selubung mielin pada serabut saraf. Infeksi ini menyebabkan kerusakan saraf, yang kemudian bermanifestasi dalam berbagai gejala klinis.
Bakteri M leprae bersifat intraseluler obligat, artinya bakteri ini hanya dapat bereplikasi di dalam sel inang. Kemampuannya untuk bertahan hidup di dalam sel inang dan pertumbuhannya yang lambat (masa inkubasi bisa mencapai 5 tahun atau lebih) menjadi tantangan dalam pengobatan dan pengendalian penyakit ini. Bakteri ini ditularkan melalui kontak erat dan lama dengan penderita kusta yang belum diobati. Meskipun penularannya tidak mudah, kontak yang berkepanjangan dengan droplet pernapasan dari penderita kusta dapat meningkatkan risiko penularan.
Gejala Kusta: Beragam dan Seringkali Tak Kasat Mata
Gejala kusta sangat bervariasi, bergantung pada jenis dan tingkat keparahan penyakit. Secara umum, gejala awal kusta seringkali tidak spesifik dan mudah terlewatkan, sehingga diagnosis dini menjadi sangat penting. Berikut beberapa gejala yang perlu diwaspadai:
-
Bercak putih pada kulit: Bercak ini biasanya tidak menimbulkan rasa gatal atau nyeri, dan kehilangan sensasi pada daerah tersebut. Ini merupakan salah satu tanda awal yang paling khas. Bercak ini dapat berupa bercak tunggal atau multipel, dan dapat muncul di berbagai bagian tubuh.
-
Penebalan kulit: Kulit dapat menjadi menebal dan bersisik, terutama pada area yang terkena infeksi. Penebalan ini dapat terjadi pada kelopak mata, telinga, dan hidung.
-
Mati rasa: Hilangnya sensasi pada kulit merupakan gejala yang sangat penting. Penderita mungkin tidak merasakan sentuhan, panas, dingin, atau nyeri pada area yang terkena. Hal ini disebabkan oleh kerusakan saraf tepi. Mati rasa ini dapat menyebabkan luka dan cedera yang tidak disadari oleh penderita, dan berpotensi menyebabkan komplikasi yang serius.
-
Luka yang sulit sembuh: Karena hilangnya sensasi, luka kecil pun dapat berkembang menjadi luka yang besar dan dalam tanpa disadari penderita. Luka ini rentan terhadap infeksi sekunder, yang dapat memperburuk kondisi.
-
Kerusakan saraf: Kerusakan saraf dapat menyebabkan kelemahan otot, deformitas, dan kelainan fungsi organ. Misalnya, kerusakan saraf pada wajah dapat menyebabkan kelumpuhan wajah, sedangkan kerusakan saraf pada tangan dan kaki dapat menyebabkan deformitas seperti jari tangan yang berbentuk seperti kait (claw hand) atau kaki yang berbentuk seperti huruf U (dropped foot).
-
Demam dan malaise: Pada beberapa kasus, penderita kusta dapat mengalami demam dan malaise (rasa tidak enak badan) di awal infeksi. Gejala ini biasanya tidak spesifik dan dapat menyerupai gejala penyakit lainnya.
-
Gejala pada mata: Kusta dapat menyebabkan iritis (peradangan pada iris), keratitis (peradangan pada kornea), dan bahkan kebutaan jika tidak diobati.
-
Gejala pada hidung: Kusta dapat menyebabkan kerusakan pada selaput lendir hidung, menyebabkan mimisan dan epistaksis (pendarahan hidung).
Klasifikasi Kusta: Pausibasiler dan Multibasiler
Berdasarkan jumlah bakteri M. leprae yang ditemukan dalam tubuh, kusta diklasifikasikan menjadi dua jenis:
-
Kusta pausibasiler (PB): Pada jenis ini, jumlah bakteri M. leprae relatif sedikit. Biasanya hanya ditemukan satu hingga lima lesi kulit. Pengobatan kusta pausibasiler relatif lebih singkat.
-
Kusta multibasiler (MB): Pada jenis ini, jumlah bakteri M. leprae jauh lebih banyak. Biasanya ditemukan lebih dari lima lesi kulit, serta tanda-tanda kerusakan saraf yang lebih luas. Pengobatan kusta multibasiler membutuhkan waktu yang lebih lama.
Klasifikasi ini sangat penting dalam menentukan jenis dan durasi pengobatan yang tepat.
Diagnosis Kusta: Lebih dari Sekadar Pemeriksaan Fisik
Diagnosis kusta dilakukan berdasarkan pemeriksaan klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan fisik menyeluruh untuk menilai adanya lesi kulit, kerusakan saraf, dan gejala lainnya. Pemeriksaan penunjang yang umum dilakukan meliputi:
-
Biopsi kulit: Pengambilan sampel jaringan kulit untuk diperiksa di bawah mikroskop guna mendeteksi keberadaan bakteri M. leprae. Pemeriksaan ini penting untuk memastikan diagnosis dan menentukan jenis kusta.
-
Tes uji saraf: Tes ini bertujuan untuk menilai fungsi saraf tepi, seperti sensasi suhu, sentuhan, dan nyeri.
Pengobatan Kusta: Terapi Multi Obat yang Efektif
Berkat kemajuan ilmu kedokteran, kusta kini dapat disembuhkan dengan terapi multi obat (MDT). MDT merupakan kombinasi beberapa jenis obat anti-kusta yang diberikan secara gratis oleh pemerintah. Obat-obatan ini bekerja secara sinergis untuk membunuh bakteri M. leprae dan mencegah resistensi obat. Durasi pengobatan bervariasi tergantung pada jenis kusta:
-
Kusta pausibasiler: Pengobatan berlangsung selama 6 bulan.
-
Kusta multibasiler: Pengobatan berlangsung selama 12 bulan.
Penting untuk menyelesaikan pengobatan sesuai dengan anjuran dokter, meskipun gejala sudah membaik. Meninggalkan pengobatan di tengah jalan dapat menyebabkan resistensi obat dan kekambuhan penyakit.
Pencegahan Kusta: Langkah-Langkah Sederhana namun Penting
Meskipun penularan kusta tidak mudah, pencegahan tetap penting untuk memutus rantai penularan dan mencegah timbulnya kasus baru. Beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan antara lain:
-
Deteksi dini dan pengobatan: Deteksi dini dan pengobatan yang tepat sangat penting untuk mencegah penyebaran penyakit. Jika Anda mengalami gejala yang mencurigakan, segera konsultasikan ke dokter.
-
Kontak erat: Hindari kontak erat dan lama dengan penderita kusta yang belum diobati.
-
Kebersihan lingkungan: Menjaga kebersihan lingkungan, terutama sanitasi dan ventilasi yang baik, dapat membantu mencegah penyebaran penyakit.
-
Imunisasi: Saat ini belum ada vaksin yang efektif untuk mencegah kusta, namun penelitian terus dilakukan untuk mengembangkan vaksin yang efektif.
Kesimpulan: Menghapus Stigma dan Membangun Pemahaman
Kusta merupakan penyakit yang dapat disembuhkan, asalkan mendapatkan pengobatan yang tepat dan tuntas. Stigma dan diskriminasi terhadap penderita kusta harus dihilangkan, karena hal ini hanya akan memperburuk kondisi penderita dan menghambat upaya pemberantasan penyakit ini. Dengan pemahaman yang benar tentang kusta, kita dapat bersama-sama bekerja untuk memberantas penyakit ini dan memastikan bahwa setiap orang memiliki akses terhadap pengobatan dan perawatan yang layak. Ingatlah, kusta bukanlah penyakit yang menakutkan jika ditangani dengan tepat dan disertai dukungan sosial yang memadai. Mari kita bekerja sama untuk menciptakan masyarakat yang inklusif dan bebas dari stigma kusta.